BENGKULU – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu menggelar diskusi dan dialog bersama aparat penegak hukum (APH), organisasi profesi, jaringan civil society organization (CSO), perwakilan pers kampus dan jurnalis di Provinsi Bengkulu, di salah satu cafe Coffee di Kota Bengkulu, Rabu (17/5/2023).
Kegiatan ini dalam rangka peringatan hari buruh internasional atau May Day dan Hari Kemerdekaan Pers Internasional atau World Press Freedom Day (WPFD) 2023. Di mana rangkaian kegiatan ini digelar di 25 AJI kota, termasuk AJI Bengkulu, dengan mengangkat tema besar “25 Tahun Reformasi dan Kemunduran Kebebasan Pers Indonesia”.
Pada kesempatan ini, AJI Bengkulu mengajak APH, organisasi profesi, jaringan CSO dan pers kampus di Bengkulu, berdiskusi dan dialog dengan fokus pada ”Membentuk Perlindungan Bersama untuk Pembela HAM Bersama Jaringan CSO di Tingkat Lokal” serta lomba foto jurnalistik dan pameran foto.
Ketua AJI Bengkulu Yunike Karolina mengatakan, reformasi telah berusia seperempat abad, banyak perubahan dan kemajuan yang dicapai hingga saat ini. Namun, tidak sedikit pula yang jauh dari harapan.
Tentu, kata Yunike, hal ini musti turut di kawal semua pihak agar jalannya reformasi tidak melenceng atau bahkan dianggap gagal. Perjalanan reformasi di Tanah Air telah melalui masa 25 tahun sejak tercetus pada 1998, setelah rezim pemerintahan Presiden Soeharto kandas.
Selain itu perlunya dibentuk koalisi perlindungan bersama untuk pembela HAM bersama jaringan CSO di tingkat lokal.
“Apapun profesi dan latar belakang kita, mau itu jurnalis, aktivis perempuan, aktivis lingkungan dan pembela hak-hak masyarakat adat itu bisa dikategorikan sebagai pembela HAM yang merupakan kelompok rentan akan kriminalisasi dan intimidasi,” kata Yunike, Rabu (17/5/2023).
Dengan terbentuknya perlindungan bersama untuk para pembela HAM di Bengkulu, lanjut Yunike, diharapkan dapat mencegah intimidasi maupun kriminalisasi dari aparat penegak hukum dan pemerintahan terhadap para pembela HAM.
“Jika ada salah satu pembela HAM yang diintimidasi dan dikriminalisasi, kita bisa bersama-sama untuk maju membela rekan kita ini,” tegas Yunike.
Sementara itu, kemerdekaan pers di Bengkulu, kata Yunike, belum masuk dalam kategori baik. Sebab, AJI Bengkulu mencatat, pada Januari – April 2023, sempat terjadi kasus intimidasi terhadap jurnalis di Bengkulu.
Mulai dari peretasan website perusahan media, jurnalis diintimisasi aparat penegak hukum dan orang tidak dikenal hingga teror. Kejadian ini tentu menjadi catatan bagi AJI Bengkulu, dan melalui diskusi dan dialog ini kasus serupa tidak dialami kembali jurnalis, jaringan CSO dan pers kampus.
Sementara, sepanjang 2022. AJI Indonesia mencatat, serangan tersebut mencapai 61 kasus dengan 97 korban dari jurnalis dan pekerja media serta menargetkan 14 organisasi media. Jumlah kasus ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 43 kasus.
Lomba Foto AJI Bengkulu
Bersamaan dengan kegiatan diskusi dan dialog, AJI Bengkulu juga menggelar lomba foto jurnalistik untuk Jurnalis di Provinsi Bengkulu, dengan tema ”Di Balik Layar Para Jurnalis”.
Pada kesemoatan ini setidaknya ada 35 lebih foto karya yang masuk ke AJI Bengkulu. Melalui proses penilaian ketat dan panjang tim penilai 15 karya masuk kategori untuk dipamerkan pada puncak acara #WorldPressFreedomDay2023 di Bengkulu
Dari 15 foto jurnalis tersebut, tim penilai dari AJI Bengkulu memutuskan 3 karya terbaik sebagai pemenang. Untuk juara I, fotografer Surat Kabar Harian (SKH) Bengkulu Ekspress, Rio Susanto, juara II, jurnalis Rakyat Bengkulu Online Febi Dito Elmas, dan juara III disabet Desi Trimaya, jurnalis Radio Sehati FM.
”Kita mengharapkan jurnalis di Bengkulu terus berkarya. Baik dalam bentuk tulisan atau artikel maupun foto jurnalistik. Kedepannya, kita berharap muncul dan ada jurnalis-jurnalis muda yang berani menyuarakan kepentingan publik untuk perbaikan dan kemajuan bersama, khususnya di Provinsi Bengkulu,” pungkas Yunike. (rls)