Alaku
Alaku
Curup  

Bupati Fikri Gandeng Ulama Rejang Lebong: ASN Diminta Hentikan Aktifitas Saat Waktu Salat

REJANG LEBONG, Lembaknews.com — Bupati Rejang Lebong, H.M. Fikri Thobari, S.E., M.A.P., menegaskan komitmennya menciptakan budaya kerja yang mengedepankan keseimbangan antara profesionalisme dan nilai spiritual di lingkungan pemerintahan. Salah satu langkah nyata yang diambil adalah menerbitkan Surat Edaran wajib bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menghentikan aktivitas kerja ketika waktu salat tiba, agar dapat menunaikan ibadah secara tepat waktu — baik secara individu maupun berjemaah.

Menjadi Teladan dalam Ibadah

Meski disibukkan dengan berbagai tugas pemerintahan, Bupati Fikri tetap menjaga disiplin ibadah. Dalam kunjungan-kunjungannya ke desa-desa, ia kerap memastikan bahwa dirinya dan rombongan dapat melaksanakan salat berjemaah di tempat yang layak. Bahkan, saat melakukan perjalanan dinas, Bupati meminta agar sopirnya mencari lokasi masjid terdekat ketika waktu salat tiba.

Dalam beberapa kesempatan, Wakil Bupati Dr. H. Hendri Praja ditunjuk menjadi imam salat, sedangkan Ketua DPRD Juliansyah Yayan turut menjadi makmum — bentuk simbolik kolaborasi antara lembaga eksekutif dan legislatif di Rejang Lebong dalam menghidupkan semangat keagamaan.

Surat Edaran & Gerakan Salat Berjamaah

Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong menginstruksikan agar seluruh instansi menghentikan sementara aktivitas kantor saat tiba waktu salat. Dengan begitu, setiap pegawai dapat menunaikan ibadah tepat waktu, baik secara sendiri maupun berjemaah di masjid atau musala terdekat.

Menurut Bupati Fikri, kebijakan ini bukan sekadar formalitas. Ia menekankan bahwa niatnya adalah membangun budaya kerja yang menyelaraskan pencapaian kinerja dengan nilai keimanan dan kebersamaan. “Kita ingin membangun budaya kerja yang tidak hanya berorientasi pada capaian kinerja, tetapi juga berlandaskan nilai-nilai keimanan dan kebersamaan,” ujarnya.

Tak hanya menyasar ASN, surat edaran ini juga mengajak masyarakat umum di Rejang Lebong untuk memperkuat disiplin salat dan mendukung gerakan salat berjemaah di lingkungan masing-masing. Sambutan masyarakat pun positif; banyak pihak menganggap kebijakan ini sebagai langkah konkret menjembatani lembaga pemerintahan dengan nilai-nilai religius masyarakat.

Sinergi Ulama dan Umaro dalam Pembangunan Daerah

Dalam semangat menguatkan kolaborasi antara ulama dan pemerintah (umaro), Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Rejang Lebong menyelenggarakan Dialog Publik “Merajut Silaturahmi, Menguatkan Sinergi Ulama dan Umaro dalam Membangun Rejang Lebong” pada Senin, 6 Oktober 2025, bertempat di Aula Panti Asuhan Aisyiyah Air Sengak, Curup.

Acara tersebut dihadiri oleh Bupati Fikri Thobari, Wakil Bupati Hendri Praja, Ketua MUI Rejang Lebong KH. Muhammad Abu Dzar, Lc., M.H.I.; serta tokoh agama, pimpinan pondok pesantren, ormas Islam, dan anggota Komisi Fatwa MUI Provinsi Bengkulu — Ustadz Ahmad Farhan. Dalam dialog tersebut, Ustadz Farhan menegaskan bahwa peran pemerintah adalah menetapkan kebijakan, sementara tugas para ulama adalah menyuplai nilai-nilai moral dan spiritual yang memperkuat arah pembangunan.

Bupati Fikri menilai dialog ini sebagai momentum strategis untuk menyelaraskan kebijakan pemerintah dengan kebutuhan spiritual masyarakat. Beberapa rencana konkret pun sudah disiapkan pemerintah daerah guna memperkuat nilai keagamaan dalam pembangunan:

Memperkuat pendidikan agama serta mengalokasikan anggaran bagi guru ngaji.

Memberikan hibah untuk organisasi keislaman.

Meningkatkan peran dan dukungan terhadap aktivitas BAZNAS.

Menyusun regulasi terkait baca tulis Al-Qur’an yang ditargetkan selesai pada tahun 2026.

Menyediakan bus haji dan memperkuat pelayanan ibadah haji agar lebih transparan.

Sejauh ini, BAZNAS Rejang Lebong berhasil meningkatkan penghimpunan zakat hingga lebih dari 100 persen sejak kepemimpinan saat ini.

Tantangan & Peluang

Meski tampak ideal di atas kertas, implementasi menghentikan aktivitas kantor saat salat tentu menghadapi tantangan. Antara lain:

Kesesuaian dengan tugas operasional instansi: Beberapa bidang layanan publik tak bisa berhenti total, misalnya layanan kesehatan, keamanan, dan pelayanan darurat.

Kedisiplinan pegawai: Agar kebijakan ini efektif, perlu pengawasan dan kesadaran individu agar tidak disalahgunakan sebagai kesempatan istirahat lebih lama.

Ketersediaan fasilitas ibadah: Tidak semua kantor atau lokasi dinas memiliki masjid atau musala di dekatnya, sehingga perlu upaya menyediakan atau memfasilitasi ruang ibadah.

Sosialisasi dan pemahaman: Perlunya edukasi kepada ASN dan masyarakat agar memahami bahwa kebijakan ini bukan semata ibadah ritual, melainkan bagian dari pembangunan karakter dan harmoni sosial.

Namun di sisi lain, kebijakan ini juga membuka peluang besar:

1. Menguatkan citra pemerintahan religius — apabila dijalankan secara konsisten, Rejang Lebong bisa menjadi contoh kabupaten yang menghadirkan birokrasi dengan nilai keagamaan kuat.
2. Meningkatkan kedekatan pemerintah dengan masyarakat — lewat langkah nyata seperti ini, rakyat bisa merasakan bahwa pemerintahan tak hanya sekadar urusan administrasi, tetapi juga peduli terhadap spiritual warga.
3. Membangun budaya kolektif religius — apabila gerakan salat berjemaah tumbuh di lingkungan kerja maupun masyarakat, ia bisa memperkokoh jejaring sosial keagamaan yang positif.

Penutup

Gerakan menghentikan aktivitas kantor saat salat yang disuarakan Bupati Fikri bersama ulama Rejang Lebong bukanlah kebijakan simbolik semata. Ia menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya soal fisik atau angka, melainkan soal menyelaraskan kehidupan profesional dengan nilai spiritual. Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada kedisiplinan aparatur, dukungan masyarakat, serta keberlanjutan sinergi antara pemerintah dan ulama. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *